Ada bahan bakar dengan oktan 88, 90, 92, 95, dan 98. Ada sebagian pemilik mobil yang gemar mencampurkan dua bahan bakar dengan nilai oktan berbeda. Mencampur bahan bakar berbeda oktan sering dilakukan sebagian pemilik kendaraan merupakan ramuan untuk menyiasati harga.
Selain itu, tak sedikit juga yang beranggapan bahwa mencampur bahan bakar dapat menjaga kadar oktan atau research octane number (RON). Di Indonesia, bahan bakar yang banyak digunakan saat ini ialah Pertalite dan Pertamax. Sehingga, dua jenis bensin itu yang kerap dicampur menjadi satu.
Bukan hanya sepeda motor, pemilik kendaraan roda empat juga sering melakukan hal serupa. Lantas apakah tindakan tersebut bisa dimaklumi, atau justru sebaliknya? Dilansir dari Wahana Honda, menurut sejumlah ahli di bidang teknik permesinan, mencampur Pertalite dan Pertamax bisa menghasilkan efek buruk pada mesin.
Bahkan, dampak jangka panjangnya terbilang cukup mengerikan. Alih alih mendapatkan oktan yang lebih tinggi, justru akan menghilangkan sejumlah fitur tambahan yang ada di Pertamax. Contohnya, Pertamax memiliki kandungan yang bisa membersihkan kerak pada mesin, jika dicampur unsur tersebut akan hilang.
Proses pembakaran juga tidak berjalan dengan optimal dan semestinya, karena kedua bahan yang berbeda akan saling bercampur. Sedang untuk jangka lama, mesin akan mengalami knocking atau ngelitik. Selain itu, sejumlah kendaraan terbaru memiliki sensor deteksi bahan bakar yang lebih canggih.
Sensor ini akan mendeteksi jika bahan bakar memiliki kandungan yang bukan semestinya. Jika ada pencampuran bahan bakar yang berbeda, indikator tersebut akan menyala. Jadi, sangat tidak dianjurkan untuk mencampurkan kedua bahan bakar tersebut karena akan menurunkan performa mesin bahkan bisa berdampak buruk pada kerusakan mesin dalam jangka panjang.
Jika ingin berganti bahan bakar, usahakan tangki bensin benar benar kosong terlebih dahulu. Dari beberapa negara yang ada di Asia Tenggara dan sekitarnya, hanya Indonesia yang masih menyediakan bahan bakar berkualitas rendah. Secara harga memang lebih murah, namun ternyata jika dihitung jangka panjang kenyataannya berbeda.
Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif KPBB (Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), mengatakan bahwa bahan bakar berkualitas rendah yang dimaksud adalah Premium, Pertalite, Solar (CN 48), dan Dexlite. "Bahan bakar yang bagus itu setara dengan Pertamax dan Pertamax Turbo. Pertamax sudah sesuai dengan standar Euro 2 dan Pertamax Turbo sudah sesuai dengan Euro 4," ujar pria yang akrab disapa Puput tersebut, di Sarinah, Jakarta, Jumat (16/8/2019). Puput menambahkan, untuk kendaraan bermesin diesel, sebaiknya gunakan Pertadex yang sudah berstandar Euro 3 atau Pertadex HQ.
"Jadi, masyarakat atau konsumen yang beli bahan bakar tersebut, jangan merasa mahal. Bisa dibandingkan, antara Premium dengan Pertamax," kata Puput. Puput menjelaskan, jarak tempuh kendaran yang menggunakan Pertamax akan lebih jauh dari yang menggunakan Premium. Jadi, sekalipun Premium harganya lebih murah, tapi begitu digunakan di kendaraan, Pertamax akan mencapai jarak yang lebih jauh.
Sehingga, nanti ongkos per kilometer dari perjalanan kendaraan tadi akan sama. "Jika begitu, kan lebih baik gunakan yang bagus sekalian. Bahan bakar yang bagus juga tidak akan merusak kendaraan. Jika pakai bahan bakar yang berkualitas rendah, bisa menyebabkan knocking atua mesin mengelitik," ujar Puput. Puput menyebutkan bahwa mesin mengelitik akan menyebabkan detonasi dan beresiko untuk merusak piston.
Harga penggantian suku cadang seperti piston juga tidak murah, baik untuk mobil maupun motor.